berusaha dan bekerja serta yakin dengan kemampuan yang kita miliki sebenarnya lebih dari yang dimiliki orang lain
English French German Spain Italian Dutch
Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sabtu, 21 Januari 2012

SUPLAI NITROGEN PADA TUMBUHAN

SUPLAI NITROGEN PADA TUMBUHAN

I.     Tujuan Percobaan
Mengamati ciri-ciri tanaman yang mengalami defisiensi nitrogen dan mengamati pengaruh nitrogen yang diberikan terhadap kandungan nitrat di dalam kandungan.

II. Pendahuluan
Tumbuhan membutuhkan nitrogen dalam jumlah yang banyak karena merupakan penyusun utama komponen sel tumbuhan yaitu asam amino. Tumbuhan yang sedang dalam pertumbuhan hanya mengandung sedikit nitrat atau ammonia. Tanaman mengabsorpsi nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3‾), walaupun ternyata ammonium (NH4+) dapat juga langsung diabsorpsi tanaman. Efisiensi relatif absorpsi ammonium dan nitrat dipengaruhi oleh pH (keasaman) tanah atau mungkin sistem pengambilan haranya yang berbeda.
Reduksi nitrat menjadi nitrat pada proses asimilasi dalam tumbuhan dibantu dengan adanya enzim nitrat reduktase yang berupa flavoprotein yang diatur oleh komponen logamnya yakni molibdenum. Nitrogenase merubah gas N2 menjadi ammonia dalam mikroba pengikat N. reduksi nitrat merupakan suatu proses enzimatik yang memerlukan energi. Menurut Lakitan (1996), ion hidrogen dan energi diperoleh dari respirasi aerobik. Nitrat direduksi di dalam akar (pada tanaman apel) dan di bagian pucuk yang terkena sinar (pada tanaman tomat). Nitrogen ammonium diharapkan lebih cepat terpakai dalam sintesis protein.
Tanaman leguminosa baik herba maupun perdu/pohon mempunyai kemampuan mengikat N2 udara (bentuk N yang tidak tersedia bagi tanaman) dan mengubahnya menjadi bentuk N yang tersedia bila bersimbiose dengan bakteri Rhizobium. Jumlah N2 yang ditambat bervariasi tergantung spesies leguminosa dan lingkungan tempat tumbuhnya. Contohnya tanaman tomat yang dipakai dalam percobaan ini. Gejala defisiensi nitrogen antara lain daun berwarna kuning pucat, ruas lebih pendek, pertumbuhan daun semakin lambat, batang lebih pendek dan kurus, akar lebih panjang, tapi lebih kecil, jika defisiensi berkelanjutan, ujung daun dan daun yang terbawah menjadi nekrosis.

III. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Uji Nitrat terhadap Tanaman
Perlakuan 48 jam
Minggu ke-
Hasil Uji Nitrat
Tanaman 1
(larutan Ca(NO3)2)
1
+++
2
++++
Tanaman 2
(larutan (NH4)2SO4)
1
+
2
+
Tanaman 3
(larutan Hoagland tanpa N)
1
+
2
-

Keterangan :
++++   = sangat biru
+++     = biru
++        = biru agak pudar
+          = biru pudar
-           = tidak berwarna




IV. Pembahasan
Tanaman memerlukan suplai nitrogen pada semua tingkat pertumbuhan, terutama pada awal pertumbuhan.  Tumbuhan menyerap unsur N dalam bentuk ion NO3- dan (NH4+). Peran unsur nitrogen, sebagai unsur utama adalah meningkatkan produksi dan kualitasnya, untuk pertumbuhan vegetatif (pertumbuhan tunas, daun, batang), pertumbuhan vegetatif berarti mempengaruhi produktivitas (Salisbury and Ross 1995).
            Pada percobaan ini tanaman yang digunakan adalah Licopersicon esculentum muda dengan tinggi ± 10 cm. Tanaman ini disiram setiap hari menggunakan larutan Hoagland dengan tujuan untuk membersihkan kandungan nitrat dalam tumbuhan. Untuk menguji kandungan nitrat di dalam tumbuhan, potongan tipis jaringan yang berasal dari tangkai daun muda yang daunnya sudah berkembang penuh diteteskan difenilamin sulfat. Warna biru menunjukan adanya nitrat yang terkandung dalam tumbuhan tersebut. Setelah satu minggu semua tanaman yang diuji masih menunjukan adanya kandungan nitrat. Setelah minggu kedua, hanya ada satu tanaman yang bebas kandungan nitrat setelah diuji tidak berwarna biru lagi yaitu tanaman 3 yang diberi larutan Hoagland.  Tanaman 2 yang diberi larutan (NH4)2SO4 tidak menunjukan perubahan kadar nitrat di dalam tumbuhan tersebut. Dan tanaman 1 yang diberi larutan Ca(NO3)2 menunjukan peningkatan kadar nitrat bila dibandingkan dengan minggu pertama.
            Perbedaan pemberian sumber N pada percobaan ini menunjukkan hasil yang lebih baik pada tanaman 1 yaitu penambahan larutan larutan Ca(NO3)2. Hal ini ditunjukkan dengan ciri tanaman berupa daun yang berwarna hijau, batang lebih panjang dan besar, akar panjang dan kuat. Pada tanaman 3 dengan pemberian larutan Hoagland, menunjukkan gejala defisiensi antara lain daun berwarna kuning pucat, ruas lebih pendek, pertumbuhan daun semakin lambat, batang lebih pendek dan kurus, akar lebih panjang tapi lebih kecil. Gejala defisiensi pada tanaman 3 merupakan yang paling parah bila dibandingkan dengan tanaman 1 & 2, jika defisiensi berkelanjutan, ujung daun dan daun yang terbawah menjadi nekrosis kemudian mati.
           
V. Kesimpulan
            Kandungan nitrat dalam tumbuhan paling tinggi pada pemberian larutan Ca(NO3)2. Kandungan nitrat dalam tumbuhan paling rendah pada pemberian larutan Hoagland. Pemberian larutan Hoagland menunjukkan gejala defisiensi antara lain daun berwarna kuning pucat, ruas lebih pendek, pertumbuhan daun semakin lambat, batang lebih pendek dan kurus, akar lebih panjang tapi lebih kecil.

VI. Daftar Pustaka
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Salisbury, F.B. dan Ross, C.W.. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : ITB Press.
VII. Jawaban Pertanyaan
1.      Perbedaan pemberian sumber N pada percobaan ini menunjukkan hasil yang lebih baik pada tanaman 1 yaitu penambahan larutan larutan Ca(NO3)2. Hal ini ditunjukkan dengan ciri tanaman berupa daun yang berwarna hijau, batang lebih panjang dan besar, akar panjang dan kuat. Pada tanaman 3 dengan pemberian larutan Hoagland, menunjukkan gejala defisiensi antara lain daun berwarna kuning pucat, ruas lebih pendek, pertumbuhan daun semakin lambat, batang lebih pendek dan kurus, akar lebih panjang tapi lebih kecil.
2.      Pada tomat nitrat direduksi di bagian pucuk yang terkena sinar.
3.      NO3-                 NO2-                             NH3                  NH2
 nitrat               nitrit                ammonia          grup amino
4.      Sumber energi untuk reduksi nitrat didapat dari respirasi aerobic (Lakitan 1996).
5.      Proses reaksi reduksi nitrat menjadi amino memerlukan energi dan waktu. Nitrat harus dirombak terlebih dahulu menjadi nitrit kemudian ammonia agar dapat disintesis. Nitrogen ammonium diharapkan lebih cepat terpakai dalam sintesis protein karena akan langsung disintesis tanpa melalui perombakan terlebih dahulu.

Komposisi Kimia Membran Sel dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permeabilitas Membran Sel

  1. Tujuan
Melihat pengaruh berbagai perlakuan fisik dan kimia terhadap permeabilitas membran.
  1. Pendahuluan
          Membran sel merupakan lapisan yang melindungi inti sel dan sitoplasma, serta membungkus organel-organel di dalam sel. Membrane sel merupakan lapisan semi permeable yang mengontrol pertukaran zat-zat, antara bagian dalam sel dan lingkungan luar. Membran sel terdiri dari banyak tipe molekul, dan setiap tipe ini memiliki kegunaan yang berbeda-beda dalam struktur dan fungsinya sebagai penyusun membran. Beberapa contoh dari molekul tersebut adalah : Fosfolipid, Protein, Kolestrol, Glikolipid, dan Glikoprotein. Molekul penyusun membran sel memiliki struktur yang dinamis, dimana komponen-komponennya bergerak dan dapat terikat bersama dalam berbagai bentuk interaksi semi permanen. (Wikipedia, 2010)

Membran sel berbentuk “double layer” atau layar ganda dari fosfolipid, dengan ketebalan rata-rata 7 nm. Selain susunan kimianya, membrane sel memiliki sifat yang berhubungan langsung dengan pergerakan air, maupun zat-zat terlarut lainnya. (Anonim, 2010)
III. Hasi Pengamatan
  1. Nilai Absorbansi Perlakuan Fisik (Panas dan Beku)
Perlakuan Nilai Absorband Pada 525 nm
65°C 0,390
60°C 0,116
50°C 0,044
45°C 0,031
Beku 3,182
Kontrol 0,207
2. Nilai Absorbansi Perlakuan Kimia
Perlakuan Nilai Absorbandsi pada 525 nm
Benzen 0,002
Aseton 0,106
Metanol 3,120
  1. Pembahasan
Membran sel merupakan lapisan yang mengontrol keluar-masuknya zat antara lingkungan luar dan lingkuangan dalam sel. Memban sel memiliki permeabilitas yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: ukuran solut, kelarutan lemak, derajat ionisasi, pH, dan temperatur. Ukuran solut yang cenderung semakin besar, serta derajat ionisasi yang semakin tinggi menyebabkan kemampuan permeabilitas membran cenderung menurun, sedangkan pengaruh temperature dan pH yang tinggi membuat membran sel menjadi lebih mudah mengalami denaturasi.
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa terdapat empat mekanisme pertukaran zat pada membran sel, yaitu : Difusi, Osmosis, Transport Aktif dan Bulk Transport. Osmosis dapat diasumsikan dengan molekul air yang cukup kecil untuk melewati fosfolipid serta aquaporin. Masuknya air ke dalam sel disebabkan oleh beberapa faktor; contohnya pada sel tumbuhan biasanya dikarenakan oleh potensial air pada dinding sel.
Sedangkan difusi merupakan perpindahan netto suatu molekul dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Perpindahan ini dipicu oleh energi kinetik yang menyebabkan molekul bergerak acak. Setelah mengalami difusi, molekul di dalam sel akan mengalami keseimbangan dan menyebar rata dalam ruang volum sel tersebut. Tekadang, konsentrasi suatu zat yang dibutuhkan oleh sel berada dalam batas yang kurang memadai pada lingkungan luar sel (tanah) dibandingan dengan lingkungan dalamnya. Dalam situasi seperti ini, salah satu protein penyusun sel, yaitu carrier protein, bertugas untuk membawa molekul dan ion dari dalam tanah ke dalam sel dengan melawan gradien konsentrasi. Mekanisme ini biasa disebut sebagai transport aktif (Anonim, 2010).
Pada praktikum kali ini, akan dibahas mengenai pengaruh perlakuan fisik dan kimia terhadap permeabilitas dari membran sel Beta vulgaris (Bit Gula) yang mengandung pigmen betalain. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai absorband tertinggi untuk perlakuan fisik panas, diperoleh angka 0,390 pada temperatur 65°C. Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi temperatur yang diberikan pada bit gula, maka warna ungu yang terlarut dalam akuades akan semakin pekat dan nilai absorband semakin tinggi. Nilai absorband yang tinggi ini menunjukkan bahwa jumlah cahaya yang diserap oleh larutan pada panjang gelombang 525 nm cukup besar pula. Maka, semakin tinggi nilai absorband yang terbaca, mengindikasikan bahwa semakin pekat warna larutan yang terbentuk; serta semakin tinggi tingkat kerusakan yang dialami oleh membran sel dengan perlakuan tersebut (banyak pigmen yang keluar dari sel). Berdasarkan hasil penelitian, temperatur toleran optimum bagi membran sel bit gula adalah 30°C-40°C. Pada temperature yang lebih tinggi lagi, membrane sel akan mengalami denaturasi yang secara langsung mempengaruhi permeabilitasnya (Anonim,2010).
Perlakuan beku memberikan nilai absorband yang lebih besar lagi, yaitu : 3,182. Hal ini disebabkan oleh air di sekitar umbi yang berubah bentuk menjadi kristal-kristal es sewaktu perendaman. Kristal-kristal es ini memiliki permukaan yang tajam, sehingga merusak membran sel dan mengoyaknya. Tak hanya sekadar membuat membrane sel terdenaturasi seperti pada perlakuan panas. Akibatnya, pigmen yang terlepas/keluar dari membrane menuju air destilata semakin banyak, dan menimbulkan warna ungu pekat.
Sedangkan pada perlakuan dengan bahan kimia, absorbandsi terbesar adalah perlakuan dengan metanol. Metanol merupakan senyawa alkohol yang bersifat polar dan mudah berikatan dengan membran sel. Ikatan ini menyebabkan senyawa organic penyusun  membrane sel menjadi larut (adhesi). Benzen memiliki nilai absorbandsi terendah. Hal tersebut dikarenakan oleh sifat dari benzen yang bertindak sebagai emulsifier dari fosfat dan membrane yang terlarut.
  1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pada praktikum kali ini, diperoleh kesimpulan bahwa perlakuan fisik pada Beta vulgaris berupa panas dan beku, dapat merusak struktur membran selnya. Semakin tinggi temperatur yang diberikan, maka akan semakin tinggi nilai absorband dan kerusakan yang dialami oleh membrane sel. Begitupula dengan perlakuan beku, yang memberikan nilai absorband jauh lebih tinggi daripada perlakuan panas 65°C. Pada perlakuan kimia, metanol memberikan nilai absorband tertinggi dan nilai absorband paling rendah dimiliki oleh benzene.
  1. Daftar Pustaka
[Anonim] 2010. Factors Affecting the Rate of Permeability in a Cell Membrane [Terhubung berkala]. http://www.123helpme.com/view.asp?id=148801 (19 Maret 2010)
[Anonim] 2010. Membran Sel [Terhubung berkala]. http://id.wikipedia.org/wiki/Membran_sel  (22 Maret 2010)
VII.  Jawaban Pertanyaan
  1. Perlakuan panas menyebabkan membrane sel menjadi rusak. Protein yang menyusun membran (fosfolipid maupun glikolipid) mengalami denaturasi, sehingga pigmen ungu yang berada di dalam Beta vulgaris dan isi sel lainnya keluar. Hal tersebut dapat teramati dari perubahan warna akuades yang telah direndam oleh Bit gula selama 40 menit. Pada suhu yang lebih tinggi (65°C), warna yang dihasilkan dari perendaman menjadi lebih pekat daripada perlakuan suhu rendah. Maka, sifat permeabilitas membran sel terhadap substrat yang masuk akan semakin tinggi bila nilai absorbandnya semakin tinggi pula.
  2. Pembekuan menyebabkan permeabilitas sel menjadi tinggi. Karena air yang berada di sekitar membrane sel yang membeku berubah menjadi Kristal-kristal tajam. Kristal es ini kemudian mengoyak membrane sel, sehingga isi sel dan pigmen lainnya keluar. Menyebabkan munculnya warna ungu pekat pada air rendaman tersebut.
  3. Metanol adalah senyawa alcohol yang bersifat polar, sehingga mampu melarutkan senyawa organic seperti membrane sel. Membran yang terlarut ini kemudian kehilangan turgiditasnya dan menyebabkan isi sel keluar. Aseton adalah pelarut yang sangat baik untuk berbagai senyawa organic, keluarnya isi sel hamper mirip dengan yang terjadi pada methanol. Benzene merupakan senyawa aromatic yang tidak larut dalam air dan berbentuk emulsi.
  4. Membran sel terdiri dari fosfolipid bilayer yang memiliki sifat hidrofilik dan hidrofobik. Sifat hidrofilik merupakan sifat polar yang dimiliki oleh bagian kepala membrane (suka air). Sedangkan sifat hidrofobik adalah sifat non-polar yang dimiliki oleh bagian ekor membrane (tidak suka air). Sifat-sifat ini menyebabkan membrane sel menjadi suatu lapisan semi permeable, yang selektif dalam memilih zat-zat yang dapat masuk dari lingkungan luar ke dalam sel.

AKUMULASI UNSUR KLORIDA DALAM SEL TUMBUHAN

AKUMULASI UNSUR KLORIDA DALAM SEL TUMBUHAN

TUJUA
Menyelidiki ion klorida (Cl) di dalam sel tumbuhan. 
PENDAHULUAN
Absorbsi ion – ion garam mineral oleh akar tumbuhan oleh akar tumbuhan meilputi dua proses pertukaran ion dan akumulasi ion. Pertukaran ion merupakan proses pertama,diamana ion – ion garam mineral yang akan masuk ke dalam sel mencapai dinding sel. Untuk setiap ion – ion yang diabsorbsi, sel melepaskan ion dengan muatan yang sama, sehingga sel tetap bermuatan netral. Proses pertukaran ion bersifat pasif tidak memerlukan energi, sedangkan proses akumulasi bersifat aktif ini disebabkan proses ini memerlukan energi untuk mentransfer ion ke dalam vakuola. Energi tersebut didapatkan melalui proses resprasi aerobik. Proses difusi tersebut akan berlangsungan karena adanya konsentrasi beberapa ion yang ada di dalam sitosol dipertahankan untuk tetap rendah oleh karena ion – ion tersebut masuk kedalam sitosol yang akan dirubah menjadi ke bentuk lain(Campbell dan Recce, 2002)


HASIL PENGAMATAAN
Tabel pengamatan volume titrasi AgNO3

Persamaan yang terjadi :
2NaCl+K2CrO4
NaCrO4+2KCl
Na2CrO4+2AgNO3
NaNO3+Ag2CrO4 (berwarna merah bata)
Contoh perhitungan :
1. Perhitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan NaCl :
Mol AgNO3 = Vol. AgNO3 X Konsetrasi AgNO3
= 3.7 X 0.002
= 0.074 mol
Mol Cl = Ar Cl / Mr NaCl X mol AgNO3
= 35.5 / 58.5 X 0.074
= 4.2 x 10-2 mol
2. Pernitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan tidak diketahui :
Mol AgNO3 = Vol. AgNO3 X Konsetrasi AgNO3
= 2.45 X 0.002
= 0.049 mol
Mol Cl = Ar Cl / Mr NaCl X mol AgNO3
= 35.5 / 58.5 X 0.049
= 5.9 x 10-2 mol
3. Perhitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan air kolam :
Mol AgNO3 = Vol. AgNO3 X Konsetrasi AgNO3
= 0.9 X 0.002
= 0.0018 mol
Mol Cl = Ar Cl / Mr NaCl X mol AgNO3
= 35.5 / 58.5 X 0.0018
= 1.09 x 10-3 mol
4.Perhitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan Nitella sp. :
Mol AgNO3 = Vol. AgNO3 X Konsetrasi AgNO3
= 1.9 X 0.002
= 0.0038 mol
Mol Cl = Ar Cl / Mr NaCl X mol AgNO3
= 35.5 / 58.5 X 0.0038
= 2.3 x 10-3 mol
5. Perhitungan rasio (nisbah) akumulasi Cl :
Nisbah = mol Nitella sp. / mol air kolam X faktor pengenceran (fp)
= 2.3 x 10-3 / 1.09 x 10-3 X 50
= 105.50

PEMBAHASAN
Pratikum kali ini yaitu akumulasi unsur klorida dalam sel tumbuhan, dimana pada pratikum ini digunakan tumbuhan air Nitella sp.sebagai bahan tumbuhannya disni kita akan menyelidiki akumulasi ion klorida di dalam sel tumbuhan Nitella sp.tersebut dengan menggunakan cara titrasi dengan AgNO3 0,002N dan sebagai indikator yaitu K2CrO4 dengan perubahan warna merah bata jika terjadi akumulasi Cl. Dari pratikum ini didpatkan hasil sebagai berikut, perhitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan NaCl: 4.2x10-2mol, perhitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan tidak diketahui: 5.9x10- 2mol, perhitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan air kolam: 1.09x10-3mol, dan perhitungan mol dari Cl dalam 1mL Nitella sp.: 2.3x10-3. Sedangkan perbandingan akumulasi didapatkan 150.50, ini didapat dengan cara mol Nitella sp. dibagi dengan mol air kolam dan dikali dengan faktor pengenceran (menggunkan faktor pengenceran 50). Adanya akumulasi Cl pada tumbuhan ini disebabkan Cl merupakan unsur hara mikro yang berfungsi sebagai pertumbuhan akar dan terhambat jika tidak ada (Hardjowigeno, 1989), selain itu Cl merupakan unsur esensial mikro yang mutlak diperlukan oleh tumbuhan dalam hal 1. Fungsi dan peranan unsur ini tidak dapat digantikan dengan unsur lain, 2. Fungsi dan peranan bio- kemisnya secara spesifik, 3. Fungsi dan peranannya secara langsung dalam proses fisiologis tanaman (http://www.tanindo.com/abdi4/hal2701.htm.).

SIMPULAN
     Dari pratikum ini dapat disimpulkan bahwa adanya akumulasi ion Cl pada tumbuhan Nitella sp.ini disebabkan adanya proses akumulasi yang diketahui dengan proses titrasi menggunakan larutan AgNO3 yang menggunakan indikator K2CrO4 dengan perubahan warna merah bata. Pada hasil pengamatan akumulasi Cl pada Nitella sp.adalah 2.3x10-3 dan rasio perbandingannya adalah 105.50.

DAFTAR PUSTAKA
Campbell dan Reece. 2002 Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Hardjowigeno, Sarwono. 1989. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta
[Anonim]. 2009. Pengaruh Unsur Esensial TerhadapPertumbuhan dan Produksi Tanaman.
[Terhubung berkala]. http://www.tanindo.com/abdi4/hal2701.htm. (23 April 2011)

JAWABAN PERTANYAAN
1. Perhitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan NaCl :

Mol AgNO3 = Vol. AgNO3 X Konsetrasi AgNO3
= 3.7 X 0.002
= 0.074 mol
Mol Cl = Ar Cl / Mr NaCl X mol AgNO3
= 35.5 / 58.5 X 0.074
= 4.2 x 10-2 mol
Pernitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan tidak diketahui :
Mol AgNO3 = Vol. AgNO3 X Konsetrasi AgNO3
= 2.45 X 0.002
= 0.049 mol
Mol Cl = Ar Cl / Mr NaCl X mol AgNO3
= 35.5 / 58.5 X 0.049
= 5.9 x 10-2 mol
Perhitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan air kolam :
Mol AgNO3 = Vol. AgNO3 X Konsetrasi AgNO3
= 0.9 X 0.002
= 0.0018 mol
Mol Cl = Ar Cl / Mr NaCl X mol AgNO3
= 35.5 / 58.5 X 0.0018
= 1.09 x 10-3 mol
Perhitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan Nitella sp. :
Mol AgNO3 = Vol. AgNO3 X Konsetrasi AgNO3
= 1.9 X 0.002
= 0.0038 mol
Mol Cl = Ar Cl / Mr NaCl X mol AgNO3
= 35.5 / 58.5 X 0.0038
= 2.3 x 10-3 mol
2. Ini disebabkan proses difusi akan terjadi apabila ada perbedaan (gradien) konsentrasi dan akan terhenti jika terjadi keadaan setimbang (isotonis), sedangkan akumulasi adalah proses penambahan substansi yang mempunayai konsentrasi lebih tinggi dari membran satu ke membran lain. Jadi akumulasi terjadi penambahan sedangkan difusi tidak ada penambahan apa pun.
3. Penyebab tidak adanya akumulasi ion – ion pada sel – sel tanaman dalam keadaan tanpa oksigen adalah tidak adanya energi, karena proses akumulasi memerlukan energi yang berasal dari proses repirasi aerobik dimana respirasi ini memerlukan oksigen.
4. Untuk memungkinkan terjadinya penyimpanan ion dan molekul adalh dengan proses pengangkutan linarut melintasi tonoplas ke dalam vakuola pusat menggunakan energi dari pompa ATPase.
5. Pada akumulasi ion terjadi penambahan yang masuk atau terdapat di dalam sel daripada ion yang keluar, sedangkan pada difusi ada kemungkinan ion yang keluar dari sel tumbuhan tersebut. Jadi akumulasi lebih penting karena kemungkinan sedikit ion yang keluar akibat akumulasi ini.

UNSUR HARA ESENSIAL UNTUK PERKEMBANGAN TUMBUHAN

TUJUAN
        Meneliti unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan 

PENDAHULUAN
      Pertumbuhan, perkembangan dan produksi suatu tanaman ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat menentukan lajunya pertumbuhan, perkembangan da produksi suatu tanamanadalah tersedianya unsur-unsur hara yang cukup di dalam tanah. Diantaranya 105 unsur yang ada di atas permukaan bumi, ternyata baru 16 unsur yang mutlak diperlukan oleh suatu tanaman untuk dapat menyelesaikan siklus hidupnya dengan sempurna. Ke 16 unsur tersebut terdiri dari 9 unsur makro dan 7 unsur mikro. 9 unsur makro dan 7 unsur mikro inilah yang disebut sebagai unsur -unsur esensial (http://www.tanindo.com/abdi4/hal2701.htm). 
       Unsur hara makro antara lain: C, H, O, N, P, K, S, Ca, dan Mg. Sedangkan yang termasuk unsure hara mikro adalah : Fe, B, Mn, Cu, Zn, Mo, dan Cl. Beberapa unsur ada yang esensial bagi tanaman tertentu, misalnya Na, Si dan Co. Karbon diambil oleh tumbuhan dalam bentuk gas CO2 , hidrogen diambil dalam bentuk air (H2O), sedangkan oksigen selain dalam bentuk CO2 dan H2O juga dapat diambil dalam bentuk O2, maupun senyawa lainnya. Unsur C, H, dan O merupakan penyusun utama makromolekul, seperti: karbohidrat, lipid, protein dan asam nukleat. Setelah C, H, dan O, nitrogen merupakan unsur hara makro terpenting. Nitrogen merupakan komponen dari asam-asam amino (juga protein), klorofil, koenzim dan asam nukleat. Nitrogen sering merupakan unsur pembatas pertumbuhan. Walaupun gas N2 menyusun 78 % atmosfir bumi, tumbuhan tidak dapat menggunakannya secara langsung (http://rioardi.wordpress.com/2009/01/21/unsur-hara-esensial/)

      Hidroponik berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan ponos yang artinya daya. Jadi hidroponik berarti budidaya tanaman yang memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam atau soilles. Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan untuk skala usaha komersial harus diperhatikan. Sebagai contoh jenis tanaman yang mempunyai nilai jual diatas rata-rata, yaitu: a. Paprika b. Tomat c. Timun Jepang d. Melon e. Terong Jepang f. Selada (http://id.wikipedia.org/wiki/Hidroponik)


HASIL PENGAMATAN
Contoh perhitungan:
Kontrol = panjang akar pada unsur Ca / panjang pada unsur Fe-EDTA X 100%
= 9 / 12.5 X 100%
= 73.46% 

PEMBAHASAN
     Suatu tanaman dapat tumbuh, berkembang dan berproduksi sampai menyelesaikan suatu siklus hidup dengan sempurna biasanya membutuhkan enam belas unsur esensial. Ke-enambelas unsur hara tersebut terbagi kedalam dua bagian besar yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro terdiri dari 9 unsur sedangkan unsur mikro atau trace element terdiri dari 7 unsur. Unsur hara makro biasanya dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang lebih besar atau lebih banyak dibandingkan unsur hara mikro yaitu dalam satuan gram-kg/tanaman. Unsur mikro sendiri dibutuhkan sekitar mg gram/tanaman saja (http://www.tanindo.com/abdi12/hal1501.htm.)
     Dari pratikum ini di dapatkan hasil dari minggu ke-2 sampai ke-4, dimana setiap kultur pada pratikum ini mengalami pertambahan panjang akar maupun batang ini disebabkan oleh adanya unsur – unsur hara yang terkandung dalam larutan pada setiap kultur meski pada setiap kultur sudah terkandung unsur – unsur hara akan tetapi setiap kultur memerlukan unsur hara yang lainnya. Jika tidak adanya unsur hara lainnya dapat meyebabkan defisiensi unsur hara pada tanaman tersebut, seperti yang terjadi pada kultur Mg yang mengalami pengunigan pada daun sehingga terganggunya fotosintesis pada tanaman ini, pada kultur Ca yang mengalami layu berwarna coklat serta terkulai, pada kultur S mengalami penguningan pada daunnya, pada kultur K mengalami tanaman pendek dan tidak tinggi. Dari data tersebut sebagaian data sesuai dengan literatur yang mengenai defisiensi unsur – unsur hara tertentu pada pertumbuhan suatu tanaman. Pada perubahan pH selama pengamatan, pada awal pratikum pH yang terbaca adalah 5 akan tetapi setelah 4 minggu di dapatkan adanya perubahan yang signifikan yaitu mencapai 7 ini mungkin disebabkan pada saat penambahan dengan air destilata yang merubah keadaan pH pada setiap kultur.

SIMPULAN
          Dari pratikum ini dapat disimpulkan bahwa dalam pertumbuhan suatu tanaman
memerlukan unsur – unsur hara yang benar – benar sesuai dengan dan seimbang dengan kebutuhan dari tanaman tersebut, jika tidak terpenuhi maka akan terganggunya proses pertumbuhan tanaman tersebut begitu pula jika keadaan unsur – unsur hara yang berlebih bagi tanaman dapat menganggu metabolisme tanaman tersebu. 

DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2009. Pengaruh Unsur Esensial TerhadapPertumbuhan dan Produksi Tanaman. [Terhubung berkala]. http://www.tanindo.com/abdi4/hal2701.htm. ( 24 April 2011) 

[Anonim]. 2009.H i d r o p o n i k. [Terhubung berkala]. http://id.wikipedia.org/wiki/hidroponik (24 April 2011) 

[Anonim]. 2009. Pentungnya Menjaga Keseimbangan Unsur hara Makro dan Mikro untuk Tanaman. [Terhubung berkala]. http://www.tanindo.com/abdi12/hal1501.htm. (24 April 2011) 

JAWABAN PERTANYAAN
1. Pada larutan tidak diketahui ada kekurangan sesuatu unsur yaitu unsur K, ini terlihat dari keadaan dari tanaman tersebut yang pendek dan daun mengalami layu berwarna coklat.

2 .Akar : 1. -K, 2. Lar. Tidak diketahui, 3. Fe-EDTA, 4. -P, 5. –Ca, 6. –S, 7. –Mg,8. –Fe, 9. Hara mikro, 10. -N Tunas : 1. –K, 2. Lar. Tidak diketahui, 3. –N, 4.–Ca, 5. –S, 6. –Mg, 7. –Fe, 8. –P, 9. Fe- EDTA, 10. Hara mikro.

3 .Pada hara mikro memiliki terjadi difisiensi mirip dengan kultur unsur S, dimana gejala defisiensi yang terjadi adalah daun pada tumbuhan menjadi menguning dan akhirnya menjadi layu

PENGHAMBATAN TUMBUH TUNAS LATERAL DAN DOMINASI TUNAS APIKAL

PENGHAMBATAN TUMBUH TUNAS LATERAL DAN DOMINASI TUNAS APIKAL

TUJUAN
      Meneliti pengaruh Auksin terhadap pertumbuhan tunas lateral

PENDAHULUAN
      Tunas apikal adalah tunas yang tumbuh di pucuk(puncak) batang. Dominasi apikal dan pembentukan cabang lateral dipengaruhi oleh keseimbangan konsentrasi hormon. Dominasi apikal diartikan sebagai persaingan antara tunas pucuk dengan tunas lateral dalam hal pertumbuhan. Selama masih ada tunas pucuk/apikal, pertubuhan tunas lateral akan terhambat sampai jarak tertentu dari pucuk. Dominasi apikal disebabkan oleh auksin yang didifusikan tunas pucuk ke bawah (polar) dan ditimbun pada tunas lateral. Hal ini akan menghambat pertumbuhan tunas lateral karena konsentrasinya masih terlalu tinggi. Pucuk apikal merupakan tempat memproduksi auksin ( Dahlia 2001).

        Auksin adalah zat hormon tumbuhan yang ditemukan pada ujung batang, akar dan pembentukan bunga yang berfungsi untuk mengatur pemanjangan sel didaerah belakang meristem ujung. Menurut Hopkins (1995), auksin merupakan hormon pertama yang ditemukan dan disintesis dalam batang, akar apeks dan ditransportasikan di aksis tanaman. hormon auksin diproduksi secara endogen pada bagian pucuk tanaman. Dominasi apikal biasanya ditandai dengan pertumbuhan vegetatif tanaman seperti, pertumbuhan akar, batang dan daun. Dominasi apikal dapat dikurangi dengan mendorong bagian pucuk tumbuhan sehingga produksi auksin yang disintesis pada pucuk akan terhambat bahkan terhenti. Hal ini akan mndorong pertumbuhan tunas lateral(ketiak daun). Auksin yang terhenti dapat digantikan dengan beberapa jenis hormon IAA yang berfungsi dengan Lanolin untuk mengetahui pertumbuhan lateralnya (Salisbury & Ross 1995).


HASIL PENGAMATAN
Tabel 1 Data Pengamatan Panjang Tunas Lateral dan Diameter Batang 
Perlakuan
Panjang Lateral Rata-rata(mm)
Diameter Batang Rata-rata(mm)
Tanaman Control
19,5
2,5
Tanaman dipotong & diolesi Lanolin
11
3
Tanaman dipotong & diolesi  IAA
11
3


PEMBAHASAN

   Auksin merupakan hormon pertumbuhan pada tumbuhan yang mempunyai peranan luas terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Sifat penting auksin adalah berdasarkan konsentrasinya, dapat merangsang dan menghambat pertumbuhan. Auksin berperan penting dalam perubahan dan pemanjangan sel. hormon auksin diproduksi secara endogen pada bagian pucuk apikal tanaman. Fungsi dari hormon auksin ini dalah membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang, mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel, mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin.tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka pertumbuhannya akan lambat karena kerja auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin tidak dihambat, sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme (Wattimena 1998).
     Pada saat praktikum dilakukan pemotongan pada pucuk karena auksin diproduksi di daerah tersebut sehingga dapat menghentikan pertumbuhan auksin dan digantikan IAA(Indol Acetic Acid) da Lanolin. Penyungkupan pada daun juga dilakukan agar auksin tidak rusak bila terkena cahaya langsung karena auksin sangat peka terhadap cahaya. Pada praktikum kali ini juga dilakukan pemotongan pada pucuk pada kecambah kacang hijau agar pertumbuhan auksin terhenti. Namun pada kecambah yang lainnya diolesi Lanolin dan IAA sebagai pengganti Auksin. Untuk membandingkan diberikan kontrol dimana pucuk yang dipotong ditak diolesi apapun. Setelah dua inggu dilihat hasilnya dan dihitung panjang lateral dan diameter batangnya. Hal hasil didapat data seperti tabel diatas. Panjang rata-rata tunas lateral untuk perlakuan Lanolin yaitu, 11 mm, sama dengan hasil yang diperoleh pada perlakuan IAA yaitu 11 mm. Sedangkan angka 19.5 mm diperoleh pada pengukuran panjang rata-rata tunas lateral pada tanaman kontrol. Berdasarkan data diatas, pertumbuhan tunas lateral tanaman kontrol lebih cepat dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini bisa terjadi dikarenakan IAA dan Lanolin merupakan salah satu jenis hormon auksin pasta yang kemampuanya untuk memaksimalkan pemanjangan tidak sebaik hormon asli yang dihasilkan tanaman yaitu auksin. Lanolin dan IAA juga dapat menghambat pertumbuhan mata tunas samping/lateral. Untuk perbandingan diameter batang masing - masing perlakuan, tidak didapat sesuai asumsi dimana diameter batang tanaman kontrol seharusnya lebih besar dari tanaman yang diberi perlakuan Lanolin dan IAA. Namun pada pengamatan dilapangan diperoleh kenyataan yang berbeda. Terjadi sedikit penyimpangan yaitu, data diameter batang rata-rata tanaman kontrol lebih kecil dari perlakuan IAA dan Lanolin yang masing - masing 3 mm. Sedangkan, tanaman kontrol lebih kecil 0,5 mm yaitu, 2,5 mm. Hal ini bisa terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor seperti, keterbatas praktikan saat pengukuran, kurangnya perawatan pada taaman, tanaman kekurangan air maupun unsur hara (Wattimena 1998).

SIMPULAN 

     Berdasarkan hasil dan pembhasan praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa praktikum pengaruh auksin terhadap pertumbuhan tunas lateral cukup berhasil karena dapat dibuktikan bahwa pertumbuhan tunas lateral dapat terhabat oleh hormon auksin yang diproduksi pada ujung atau tunas apikal. Dengan pemotongan pucuk tanaman juga dapat menghentikan pertumbuhan dominasi apikal sehingga dapat memacu pertumbuhan tunas lateral.

DAFTAR PUSTAKA

Dahlia.2001. Fisiologi Tumbuhan Dasar. Malang: UM Press.
Hopkins W G. 1995. Introduction to Plant Physiology. New York: John Willey and Sons, Inc.
Salisbury F D, Ross C W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I edisi IV alih bahasa Luqman RR dan                      Sumaryono. Bandung: ITB Press.
Wattimena G A. 1998. Zat Pengatur Tubuh Tanaman. Bogor: Pusat Antar Universitas Bogor.

JAWABAN PERTANYAAN

1. Pengaruh pemberian auksin terhadap bentuk tanaman adalah tunas lateral menjadi lebih pendek,  diameternya menjadi lebih kecil, tanaman tumbuh menjadi bengkok dan sel batang jadi lebih panjang.

2.  Fungsi hormon auksin yang dibentuk oleh tanaman itu sendiri adalah untuk mempercepat pertumbuhan baik pertumbuhan akar dan batang, mempercepat pematangan buah, dan mengurangi jumlah biji dalam buah. Auksin yang diberikan pada tunas lateral akan menghambat pertumbuhan dari tunas lateral tersebut dan mengakibatkan adanya dominansi apikal. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengaruh pemberian auksin terhadap pertumbuhan tunas lateral berbeda dari pengaruh auksin yang dibentuk oleh tumbuhan itu sendiri.

3. Auksin yang digunakan pada pemeliharaan tanaman tahunan berguna untuk mengurangi cabang pada pohon tersebut, sehingga eksposure tumbuhan terhadap cahaya dapat meningkat.

4. Pemangkasan pucuk dilakukan untuk menghindari dominansi apikal yang nantinya akan membuat tumbuhan menjadi lebih lebat, sehingga pada tanaman hortikultura akan lebih mudah untuk dipanen (pertumbuhan ke atas diminimalisir), mudah dirawat dan merupakan salah satu dari tehnik membuat tanaman bonsai serta bernilai jual lebih tinggi.

UJI BIOLOGIS 2,4-D

I.     TUJUAN
Menenentukan konsentrasi efektif 2,4-D sebagai herbisida dengan menggunakan kurva respon tumbuh akar terhadap logaritma konsentrasi 2,4-D.

II. PENDAULUAN
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tanaman (Abidin, 1985). Ada dua jenis zat pengatur tumbuh berdasarkan asalnya, yaitu terbentuk secara alamiah (Auksin) atau dibuat oleh manusia/sintetik (2,4-D).

Penggunaan zat pengatur tumbuh bila digunakan  dengan konsentrasi rendah akan merangsang dan menggiatkan pertumbuhan tanaman, dan sebaliknya bila digunakan dalam jumlah besar/konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan bahkan dapat mematikan tanaman (Menas Tjioner 2010).
Senyawa sintetis 2,4-D (2,4-dichlorophenoxy acetic acid) merupakan senyawa sintetis yang banyak digunakan untuk merangsang atau menghambat proses perkembangan tumbuhan. Penggunaanya sebagai herbisida pembasmi guIrna efektif untuk jenis guIna yang berdaun lebar, seperti Limnocharis flava, Monochoria vaginalis, Cyperus difformis, Fimristylis miliaceae, Scirpus juncoides di lahan sawah. Bila dibandingkan dengan IAA/auksin, penggunaan 2,4-D secara fisiologis lebih aktif dan lebih tahan lama didalam jaringan tumbuhan, serta harganya lebih murah (Suryowinoto 1996).
Pemakaian zat pengatur tumbuh asam 2,4–D biasanya digunakan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang singkat, antara 2 – 4 minggu karena merupakan auksin kuat, artinya auksin ini tidak dapat diuraikan di dalam tubuh tanaman (Hendaryono dan Wijayani 1994). Sebab pada suatu dosis tertentu asam 2,4-D sanggup membuat mutasi-mutasi (Suryowinoto 1996). Menurut Wattimena (1988) asam 2,4–D mempunyai sifat fitotoksisitas yang tinggi sehingga dapat bersifat herbisida.
           
III. HASIL PENGAMATAN


Tabel Pengaruh Konsentrasi 2,4-D terhadap Panjang Akar Mentimun

Konsentrasi
Panjang akar
Simpangan
Galat Baku
Logaritma
Konsentrasi
2,4-D
 2,4-D
Rata-rata (cm)
Baku
0,001
2,213
0,8049
0,833
-3
0,01
1,9
0,4487
0,4645
-2
0,1
1,49
0,5166
0,5376
-1
0
1,72
0,329
0,341
-
1
0,45
0,172
0,1787
0
10
0,38
0,04
0,0414
1
Tak Diketahui
0,306
0,0854
0,0884
-


Grafik Hubungan Logaritma Konsentrasi 2,4-D terhadap Panjang Akar Mentimun


IV. PEMBAHASAN


        Uji biologis untuk auksin sebagai zat pengatur tumbuh sangat peka pengaruhnya terhadap pertumbuhan akar tanaman. Pengujian zat pengatur tumbuh ini dijadikan sebagai prinsip dalam praktikum kali ini. Percobaan dengan mengamati kurva respon tumbuh akar terhadap logaritma konsentrasi 2,4-D (Wattimena 1988).

            Percobaan ini memperoleh hasil rata-rata panjang akar tertinggi terdapat pada konsentrasi 2,4-D sebanyak 0,001 mg/l yaitu 2,213 cm. Kemudian rata-rata panjang akar terendah terdapat pada konsentrasi 2,4-D yang tidak diketahui yaitu 0,306 cm. Pada tabel dapat dilihat rata-rata panjang akar konsentrasi 2,4-D sebanyak 10 mg/l dengan rata-rata panjang akar konsentrasi 2,4-D yang tidak diketahui memiliki nilai yang hampir sama sehingga dapat diketahui bahwa konsentrasi larutan yang tidak diketahui adalah sekitar 1o mg/l (Suryowinoto 1996).
Berdasarkan grafik hasil percobaan, dapat dilihat perbandingan tinggi tanaman dengan larutan penyangga, hasil percobaan pada konsentrasi 2,4-D yang rendah (0,001 mg/l) diperoleh pertumbuhan tanaman yang lebih besar dibandingkan dengan larutan penyangga. Kemudian paada konsentrasi 2,4-D yang tinggi (10 mg/l) diperoleh pertumbuhan panjang akar tanaman yang lebih rendah dibadingkan dengan larutan penyangga. Hal ini sesuai dengan literatur Menas Tjioner (2010) yang menyatakan bahwa penggunaan zat pengatur tumbuh bila digunakan  dengan konsentrasi rendah akan merangsang dan menggiatkan pertumbuhan tanaman, dan sebaliknya bila digunakan dalam jumlah besar/konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan bahkan dapat mematikan tanaman (Wattimena 1988).

V. KESIMPULAN


Konsentrasi 2,4-D yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman adalah pada konsentrasi yang rendah yaitu 0,001 mg/l. Apabila konsentrasi 2,4-D terlalu tinggi (10 mg/l) maka akan menghambat pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, agar 2,4-D efektif digunakan sebagai herbisida maka perlu digunakan konsentrasi yang tinggi.


VI. DAFTAR PUSTAKA



Suryowinoto M.1996. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Yogyakarta: Kanisius.

Wattimena G A.1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: PAU IPB.
Menas Tjioner. http://www.tanindo.com/abdi7/hal3801.htm (17 Mei 2011)

VII. Jawaban Pertanyaan



1.      Penggunaan zat pengatur tumbuh (auksin) bila digunakan  dengan konsentrasi rendah akan merangsang dan menggiatkan pertumbuhan tanaman, dan sebaliknya bila digunakan dalam jumlah besar/konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan bahkan dapat mematikan tanaman (Menas Tjioner 2010).

2.      Peranan pH dalam praktikum kali ini adalah sebagai penyangga larutan fosfat

3.      Panjang rata-rata akar pada 2,4-D konsentrasi rendah berbeda nyata dengan panjang rata-rata akar pada larutan penyangga. Selisih panjang rata-rata akarnya adalah 0,493 cm. Hal ini membuktikan bahwa pada konsentrasi rendah, 2,4-D dapat digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar.
Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]