berusaha dan bekerja serta yakin dengan kemampuan yang kita miliki sebenarnya lebih dari yang dimiliki orang lain
English French German Spain Italian Dutch
Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Rabu, 29 Februari 2012

Hirotako, Ingin Pertanian Indonesia Mendunia




Hirotako Hirano asli orang Jepang. Namun, peneliti dan pengusaha ini peduli untuk memajukan pertanian di Indonesia. Sejak 1992 hingga kini, ia setia menjembatani petani dan siswa sekolah menengah pertanian Indonesia mengikuti program magang pertanian ke Jepang.

Langkah ini ia pilih agar sumber daya manusia Indonesia di bidang pertanian bisa unggul. ”Suatu saat, hasil pertanian Indonesia harus mendunia,” katanya.

Hirano, ahli penyilangan benih ini, mengembangkan berbagai komoditas pertanian Jepang yang bisa ditanam di Indonesia. Tanaman asal Jepang, seperti labu raksasa, labu dengan beragam bentuk, semangka raksasa, cabai, dan tomat, diuji coba untuk ditanam di daerah dataran rendah dan tinggi.

Setelah sukses mengembangkan SMK pertanian di Sulawesi Selatan, selama tiga bulan terakhir, dia terjun langsung di SMKN 1 Pacet, Cianjur, Jawa Barat. Sejumlah komoditas pertanian dari Jepang dan Indonesia dikembangkan di area rumah kaca dan terbuka milik sekolah yang didirikan tahun 2004 ini.

Misalnya, jagung putih dan bawang merah jumbo (satu benih hanya menghasilkan satu bawang merah di atas tanah dengan berat mencapai 120 gram) yang tumbuh di lahan sekolah pada ketinggian sekitar 900 meter dari permukaan laut ini. Ia digandeng SMKN 1 Pacet untuk mengembangkan beragam komoditas pertanian yang bernilai tinggi dan bisa diterima pasar modern hingga diekspor ke Jepang. ”Saya melihat SMKN 1 Pacet berpotensi. Selama setahun, saya tinggal agar sekolah ini bisa unggul di bidang pertanian,” tuturnya.

Prihatin

Hirano prihatin dengan pertanian Indonesia yang tak kunjung maju. Padahal, Indonesia berpotensi untuk unggul. ”Saya ingin orang Indonesia berani bilang dan bangga, ini durian Indonesia. Ini jambu Indonesia, tak pakai jambu bangkok.”

Ia mengatakan, Indonesia bisa mengembangkan potensi tanaman sayur-mayur, buah, hingga bunga yang beragam. Didukung iklim tropis, pertanian Indonesia semestinya berkembang pesat.

”Pertanian Indonesia perlu dibangunkan dari tidurnya lewat anak muda yang bersekolah di bidang pertanian,” ujarnya.

Keterlibatannya menyiapkan lulusan sekolah menengah pertanian di Indonesia mengikuti program magang di Jepang berawal dari ajakan kenalannya yang bekerja pada semacam koperasi unit desa (KUD) di Ibaraki, Jepang. Kenalannya itu mau membuat program untuk membantu Indonesia.

Hirano bersedia menjembatani petani Indonesia mengikuti program magang di Jepang yang dibiayai Pemerintah Jepang. Selain Indonesia, program magang yang awalnya selama 6-12 bulan itu juga ditawarkan kepada petani China, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Mereka ditempatkan di daerah pertanian Jepang di Provinsi Ibaraki (sentra beras) dan Yamanashi (sentra sayur- mayur).

Ia bekerja sama dengan Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) merekrut anak-anak petani berusia 23-30 tahun yang siap magang. Sebelumnya, mereka dilatih dulu di Sukabumi, Jawa Barat.

Pada tahap awal, program ini mampu mendorong petani muda dari Indonesia untuk belajar banyak dari sistem pertanian Jepang. Beberapa alumnus magang berhasil mengembangkan KUD dan bisnis pertanian di tempat masing-masing. Hirano pun makin bersemangat mencari calon petani.

Setelah lima tahun berjalan, pemilihan calon yang mau magang ini bernuansa KKN. Akibatnya, orang yang dipilih tak tepat, ada yang melarikan diri sebelum program magang berakhir. ”Saya sedih. Saya, kok, dikhianati,” katanya.

Ketika Orde Baru tumbang, kerja sama dengan Inkud selesai. Hirano menjajaki kerja sama dengan Departemen Pertanian. Di sinilah mulai direkrut lulusan sekolah pertanian pembangunan dan sekolah pertanian menengah atas.

Mutu peserta magang dari Indonesia semakin memuaskan dan kebijakan magang ditingkatkan menjadi tiga tahun. Bahkan, dalam perjalanan waktu, Pemerintah Jepang mengeluarkan kebijakan yang tak membedakan antara pekerja asing dan Jepang. Mereka digaji, diberi asuransi, dan dikenai pajak yang sama.

Hirano menyebutkan, gaji peserta magang bisa mencapai Rp 15 juta per bulan. Tempat tinggal ditanggung, sedangkan biaya hidup berkisar Rp 3 juta per bulan.

Dalam mempersiapkan peserta magang, ia memperhatikan betul kualitas dan standar Pemerintah Jepang. Saat ada keluhan kemampuan Matematika orang Indonesia rendah, ia turun tangan. Hasil tes calon peserta saat itu cuma mencapai standar kelas III SD di Jepang.

”Saya tak mau orang Indonesia direndahkan karena Matematika. Kami berikan pelatihan khusus untuk memperkuat Matematika. Ternyata mereka bisa,” katanya.

Hirano sempat merasa lelah. Ada rasa sedih karena tak banyak peserta magang yang setelah kembali ke Indonesia mengontak dia. ”Padahal, sederhana saja, saya cuma ingin dikabari, ditelepon anak-anak,” ungkapnya.

Hirano sempat ingin berhenti. Namun, Departemen Pertanian dan Japan International Training Corporation memintanya terus bertugas demi hubungan dan kerja sama kedua negara. Meski begitu, tetap ada peserta yang melarikan diri.

”Saya lapor ke Departemen Pertanian, kenapa tak ada pengawasan atau seleksi ketat dalam memilih peserta magang, tetapi belum ada jawaban,” katanya.

Bagaimanapun, Hirano tetap yakin program ini bermanfaat. Pada 2005, ia mendirikan Yayasan Agro Internasional Indonesia di Pekanbaru, Riau, untuk menjembatani program magang pertanian. Ia menampung calon peserta magang dari sekolah menengah pertanian sejumlah daerah. Mereka yang lulus tes akan mengikuti program magang.

Berubah

Hirano mengaku jatuh cinta pada Indonesia. Awalnya, ia berkecimpung di bidang pariwisata. Ia datang ke Indonesia tahun 1973 saat menggarap proyek musik di Kepulauan Seribu.

Setahun kemudian, ia mendapat beasiswa S-2 Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Indonesia. ”Saya punya mimpi keliling Indonesia. Saya buat program-program yang memungkinkan keliling Indonesia,” ungkapnya.

Awalnya, soal pertanian tak ia perhitungkan. Semuanya berubah tahun 1992, saat pesawat JAL jatuh dan 456 penumpangnya meninggal. Musibah itu membuat Direktur Utama JAL Mr Takagi mengundurkan diri. Padahal, ia banyak membantu program Hirano.

Sejak itulah, ia beralih ke bidang pertanian. Kecintaannya pada tanaman mendorongnya membuka potensi pertanian Indonesia. ”Saya ingin Indonesia bangga dengan hasil pertaniannya,” katanya lagi, meyakinkan.

http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...nesia.Mendunia

Pepaya Callina Temuannya Dijual Dengan Nama Pepaya California





Rasa bangga rakyat negeri ini akan produk atau hasil dalam negeri tampaknya masih kurang, khususnya untuk buah produk lokal.

Di pasaran, terutama di kota-kota besar, dengan mudah kita jumpai buah-buahan impor. Buah itu antara lain apel, jeruk, durian, pisang, bahkan pepaya pun berlabel impor, yaitu california papaya atau havana/hawaii papaya.

“Padahal, tak ada pepaya impor. Semua itu pepaya hasil pemuliaan yang dilakukan Pusat Kajian Tropika IPB,” kata Sriani.

Buah pepaya hasil produk dalam negeri diberi label atau nama daerah negara lain demi untuk mencari keuntungan finansial semata.

Hal itu terjadi pada pohon pepaya callina yang merupakan varitas temuan Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS dari Institut Pertanian Bogor (IPB) diubah namanya menjadi pepaya california agar laku terjual di supermarket.

Pepaya callina yang merupakan buah lokal asli Indonesia tersebut, kini banyak ditanam para petani di berbagai daerah karena berbagai keunggulannya dan tingginya permintaan pasar. Tingginya belum sampai satu meter dan usianya baru delapan bulan, tapi pohon pepaya callina sudah bisa menghasilkan puluhan buah lezat siap panen dan siap dipasarkan.

Pepaya berukuran kecil dengan bobot rata-rata 1,3 kg per buah ini banyak dijual di supermarket-supermarket besar, sebagian di antaranya dilabel dengan nama “pepaya california”.

“Yang menamakan itu pepaya california bukan kami, tapi pedagangnya. Padahal itu adalah pepaya callina hasil pemuliaan yang kami lakukan bertahun-tahun,” kata Dr Sriani, kepala Divisi Pemuliaan Tanaman, Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB.

“Menurut distributor dan pedagangnya, kalau tidak dilabeli pepaya impor, buah itu tak laku dijual. Saya tidak percaya. Kalau buah itu kualitasnya bagus, pasti banyak pembelinya. Pepaya hasil pemuliaan kami itu manis rasanya,” lanjutnya.

“Terus terang saya sedih dan sakit hati dengan pengubahan nama tersebut, tapi kami tidak mungkin mengajukan tuntutan hukum karena nama buah ini tidak dipatenkan,” katanya.

Varitas ini, tambahnya, adalah untuk publik domain, jadi petani pun dapat mengembangkannya sendiri.

“Namun secara etika, seharusnya pengusaha tidak mengganti nama buah tersebut meskipun alasannya agar menarik pembeli,” kata wanita kelahiran Ponorogo, Jatim, 28 Oktober 1955 itu.

Kalangan petani sendiri masih menyebutnya pepaya callina, tapi kemudian oleh pengusaha yang membeli diberi label sebagai pepaya california sehingga seolah-olah itu pepaya asli dari Amerika Serikat.

Demikian juga dengan pepaya carisya temuan Dr Sriani dkk di PKBT IPB, setelah di supermarket namanya berubah menjadi pepaya havana.

Namun terlepas dari soal nama tadi, ada hal yang membuat hati Sriani senang, karena itu menunjukkan bahwa hasil kerja keras dan penelitiannya telah berhasil memberi manfaat kepada para petani, dan membuktikan bahwa sebenarnya buah lokal tidak kalah dengan buah impor yang saat ini membanjiri pasar Indonesia.

“Lebih senang lagi jika mendengar laporan dari petani bahwa mereka berhasil mengembangkan pepaya callina ini di daerahnya, dan mendapat keuntungan yang lumayan,” katanya.

Pepaya callina adalah salah satu satu temuan Sriani yang berhasil dikembangkan petani dan diterima masyarakat. Varitas ini dapat beradaptasi dengan berbagai jenis tanah, termasuk di tanah berpasir di tepi pantai seperti yang dikembangkan di Jawa Timur.

Sriani menceritakan bahwa varitas callina ini awalnya dari pepaya yang ditemukan di kebun milik seorang warga Bogor bernama Pak Okim. Pemiliknya mengaku bahwa bibit pepaya itu berasal dari Amerika Serikat, meskipun belum ditelusuri kebenarannya.

Kemudian Sriani dan timnya melakukan breeding atau pemuliaan atas buah tersebut dan melakukan penelitian serta uji coba selama tujuh tahun sebelum akhirnya melahirkan varitas yang dinamakan callina atau california-Indonesia.

Atas ketekunannya dalam pemuliaan buah lokal itu, Sriani mendapat sejumlah penghargaan dari berbagai kalangan.

Di antaranya penghargaan Rektor IPB, penghargaan Riset Unggulan Strategi Nasional (Rusnas Award 2004) dari Kementerian Riset dan Teknologi, Satyalencana Karyasatya dari Presiden RI tahun 2006, Penghargaan Kepedulian dan Penegakan HaKI dari Presiden RI tahun 2007, Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa tahun 2009, dan tahun 2010 ia mendapat penghargaan dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII).

Terkait profesinya sebagai dosen, Sriani juga pernah mendapat penghargaan sebagai Dosen Berprestasi IPB tahun 2006 dan juga Dosen Berprestasi Tingkat Nasional pada tahun yang sama.

Biasa di Kebun

Anak pertama dari tujuh bersaudara pasangan Soedjijo dan Sri Rumiati ini sejak masa kecilnya sudah tidak asing lagi dengan kebun buah-buahan. Kakeknya pernah jadi kepala desa di Ponorogo dan punya tanah cukup luas berisi aneka tanaman buah-buahan.

“Waktu kecil saya sering bermain di kebun buah, jadi saya sudah terbiasa bekerja di kebun,” kata Sriani yang saat ini juga banyak menghabiskan waktunya di kebun plasma nutfah PKBT IPB di Tajur, Bogor.

Selepas SMA di Ponorogo, Sriani melanjutkan kuliah di Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta. Ia kemudian melanjutkan karirnya di IPB sebagai dosen dan menyelesaikan kuliah S2. Gelar doktor diraihnya di Universiti Putra Malaysia (UPM) tahun 1997 di bidang pemuliaan tanaman.

Sriani kini tetap dengan kesibukannya sebagai dosen di IPB dan juga sebagai peneliti. Tempat kerjanya pun berpindah-pindah. Selain di kantor PKBT IPB di kampus Baranangsiang, Bogor, ia juga terkadang harus ke kampus IPB Dramaga. Kemudian pada hari-hari tertentu gurubesar IPB itu juga ada di kebun plasma di Tajur, atau kebun-kebun mitra IPB lainnya.

Sriani sendiri masih punya keinginan agar buah lokal Indonesia bisa kembali merajai pasar di negeri sendiri, sehingga kesejahteraan para petani pun meningkat.

“Saya tidak akan berhenti di sini saja, banyak potensi-potensi buah lokal yang bisa dikembangkan. Kami di PKBT dituntut untuk bisa menyediakan varitas-varitas unggul lainnya,” kata ibu empat anak hasil pernikahannya dengan Dr Ir Enisar Sangun itu.

Apalagi dengan serbuan buah impor, Sriani khawatir buah lokal makin terpinggirkan. Misalnya saja buah jeruk yang saat ini banyak didatangkan dari China.

“Padahal kita punya jeruk medan, jeruk pontianak, jeruk so`e, atau juga jeruk pulung dari Jawa Timur, itu semua menurut saya lebih enak dan lebih segar dari pada jeruk impor,” katanya.

Menurut dia, perlu ada kebijakan politik dari Pemerintah untuk menahan serbuan buah impor ke Indonesia ini, agar petani buah Indonesia dapat kembali bergairah. Ia juga mendukung gerakan “Gemari Buah Lokal” yang dicanangkan para alumni IPB baru-baru ini.

“Mudah-mudahan makin tumbuh juga kecintaan masyarakat Indonesia terhadap buah lokal, sehingga mereka tetap memilih buah lokal meskipun harganya lebih mahal dari buah impor,” katanya.

“Kebergantungan pada produk impor diharapkan dapat dihilangkan, atau setidaknya dikurangi, sehingga ketahanan dan kedaulatan pangan kita dapat diwujudkan,” kata Sriani.


Dulu ada yang namanya PEPAYA BANGKOK
trus AYAM BANGKOK
Lama kelamaan naek level nih PEPAYA CALIFORNIA
tar ada AYAM CALIFORNIA juga nieh....

Minggu, 26 Februari 2012

UBI KAYU (Mannihot esculenta) SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF PENGGANTI BENSIN (BIOETANOL) YANG RAMAH LINGKUNGAN


BAB I: PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ubi kayu atau singkong (Mannihot esculenta) berasal dari Brazil, Amerika Selatan, menyebar ke Asia pada awal abad ke-17 dibawa oleh pedagang Spanyol dari Mexico ke Philipina. Kemudian menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ubi kayu merupakan makanan pokok di beberapa negara Afrika. Di samping sebagai bahan makanan, ubi kayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Ubinya mengandung air sekitar 60%, pati 25-35%, serta protein, mineral, serat, kalsium, dan fosfat. Ubi kayu merupakan sumber energi yang lebih tinggi dibanding padi, jagung, ubi jalar, dan sorgum.

Singkong diolah menjadi bioetanol, pengganti premium. Menurut Dr Ir Tatang H Soerawidjaja, dari Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB), singkong salah satu sumber pati. Pati senyawa karbohidrat kompleks. Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana. Untuk mengurai pati, perlu bantuan cendawan Aspergillus sp. Cendawan itu menghasilkan enzim alfamilase dan glukoamilase yang berperan mengurai pati menjadi glukosa alias gula sederhana. Setelah menjadi gula, baru difermentasi menjadi etanol.
Sejak lima tahun terakhir Indonesia mengalami penurunan produksi minyak nasional yang disebabkan menurunnya secara alamiah (natural decline) cadangan minyak pada sumur-sumur yang berproduksi. Di lain pihak, pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Untuk memenuhi kebutuhan BBM tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Menurut Ditjen Migas, impor BBM terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 106,9 juta barrel pada 2002 menjadi 116,2 juta barrel pada 2003 dan 154,4 juta barrel pada 2004. Dilihat dari jenis BBM yang diimpor, minyak solar (ADO) merupakan volume impor terbesar setiap tahunnya. Pada 2002, impor BBM jenis ini mencapai 60,6 juta barrel atau 56,7 % dari total, kemudian meningkat menjadi 61,1 juta barrel pada 2003 dan 77,6 juta barrel pada 2004.
Untuk mencukupi kebutuhan pabrik komersial bioetanol yang merupakan bahan baku utama gasohol (bahan bakar campuran bensin dan etanol) B2TPBBPT saat ini memiliki fasilitas pengkajian dan pengembangan produksi bioetanol menggunakan bahan baku berpati. Agar produksi bioetanol dapat terus meningkat, Departemen Pertanian harus bersikap proaktif, yakni mendorong para petani untuk menggenjot produksi aneka bahan baku, termasuk ubi kayu, ubi jalar,sagu, dan tebu. Pengembangan gasohol perlu dikembangkan, karena bukan hanya dapat mengurangi konsumsi bensin, melainkan juga berdampak pada emisi gas buang kendaraan yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Beberapa negara yang sudah mulai menggunakan gasohol berbasis alkohol nabati adalah Amerika Serikat, Swedia, Perancis, Brasil, dan India. Mulai sekarang Indonesia harus mengembangkan gasohol. Apalagi, sumber daya hayati berkarbohidrat yang kita miliki sangat berlimpah.
            Disisi lain, kendaraan yang beroperasi di Indonesia kebanyakan berbahan bakar bensin dan solar yang berasal dari energi fosil. Menurut Nuralamsyah (2005), konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Secara keseluruhan konsumsi BBM selama tahun 2004 mencapai 61,7 juta kiloliter, dengan rincian 26,9 juta kiloliter minyak solar, 16,2 juta kiloliter premium, 11,7 juta kiloliter minyak tanah, 5,7 juta kiloliter minyak bakar, dan 1,1 juta kiloliter minyak diesel. Padahal kemampuan produksi bahan bakar minyak di dalam negeri hanya sekitar 44,8 juta kiloliter, sehingga sebahagian kebutuhan bahan bakar di dalam negeri harus diimpor. Setiap bulan, impor minyak mentah dan BBM mencapai 1,5 Milyar dollar AS atau sekitar 15 Triliyun rupiah.
            Cadangan energi fosil kita semakin hari semakin berkurang, sedangkan kebutuhannya terus meningkat. Fakta ini membuka peluang penggunaan energi terbarukan seperti biodiesel dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Selain semakin menipisnya jumlah cadangan bahan bakar fosil, alasan penting lain untuk mengurangi penggunaannya adalah masalah kerusakan lingkungan, harga yang terus melambung, dan beban subsidi yang semakin besar.  

1.2  Rumusan Masalah
  1. Bagaimanakah cara mengolah ubi kayu menjadi bioetanol?
  2. Bagaimana prospek pengembangan bioetanol dari ubi kayu
  3. Bagaimana potensi pengembangan ubi kayu di Provinsi Bengkulu?

1.3  Tujuan Penulisan
  1. Mengetahui cara mengolah ubi kayu menjadi bioetanol.
  2. Mengetahui prospek pengembangan bioetano bioetanol.dari ubi kayu
  3. Mengetahui potensi pengembangan bioetanol dari ubi kayu di provinsi Bengkulu.

1.4  Manfaat Penulisan
  1. Memberikan informasi kepada masyarakat di provinsi Bengkulu bahwa ubi kayu dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol sebagai bahan bakar alternatif pengganti premium.
  2. Memberikan informasi dan gambaran mengenai prospek pengembangan bioetanol dari ubi kayu di provinsi Bengkulu.
  3. Memberikan gambaran mengenai peluang usaha untuk mengolah ubi kayu menjadi bioetanol.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
1.1       Ubi Kayu (Mannihot esculenta)
Ubi kayu (Mannihot esculenta) termaasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1200 meter di atas permukaan air laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah.
Ubi kayu dikenal dengan nama Cassava (Inggris), Kasapen, sampeu, kowi dangdeur (Sunda); Ubi kayu, singkong, ketela pohon (Indonesia); Pohon, bodin, ketela bodin, tela jendral, tela kaspo (Jawa).
Ubi kayu mempunyai komposisi kandungan kimia ( per 100 gram ) antara lain : – Kalori 146 kal – Protein 1,2 gram – Lemak 0,3 gram – Hidrat arang 34,7 gram – Kalsium 33 mg – Fosfor 40 mg – Zat besi 0,7 mg Buah ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : – Vitamin B1 0,06 mg – Vitamin C 30 mg – dan 75 % bagian buah dapat dimakan. Daun ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : – Vitamin A 11000 SI – Vitamin C 275 mg – Vitamin B1 0,12 mg – Kalsium 165 mg – Kalori 73 kal – Fosfor 54 mg – Protein 6,8 gram – Lemak 1,2 gram – Hidrat arang 13 gram – Zat besi 2 mg – dan 87 % bagian daun dapat dimakan. Kulit batang ubi kayu mengandung tanin, enzim peroksidase, glikosida dan kalsium oksalat.
   Secara taksonomi ubi kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Suku : Euphorbiaceae
Subsuku : Crotonoideae
Tribe : Manihoteae
Marga : Mannihot
Spesies : M. esculenta

            Fungsi singkong (ubi kayu) sudah mulai bergeser, dari penyediaan bahan pangan, berpotensi menjadi bahan baku untuk pengembangan bio-ethanol. Kebutuhan bio-ethanol sampai dengan 2010 tergolong cukup tinggi, yaitu mencapai 1,8 juta kilo liter. Demikian yang dilaporkan Mingguan AgroIndonesia, dalam seminar di Puslitbang Tanaman Pangan Bogor.
Dalam seminar yang berjudul “Skenario Pengembangan Ubi Kayu Mendukung Program Pengembangan Energei Alternatif Bersumber dari Bio-Ethanol”, J. Wargiono mengatakan bahwa untuk mendukung program tersebut perlu “menggenjot” produksi ubi kayu secara nasional hingga 15%. Lebih lanjut mengatakan bahwa besarnya kebutuhan industri agar pasokannya bahan bakunya aman, memang sudah dihitung. Selain itu tidak semua propinsi wajib mengembangkan dan mengikuti skenario ini. Jika daerah-daerah tersebut terdapat daerah kantung-kantung kemiskinan dan kelaparan, prioritas utama untuk mendukung penyediaan bahan pangan.

1.2       Pati ataun Amilum
Pati atau amilum (CAS# 9005-25-8) adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Penjelasan untuk gejala ini belum pernah bisa tuntas dijelaskan.
Dalam bahasa sehari-hari (bahkan kadang-kadang di khazanah ilmiah), istilah “pati” kerap dicampuradukkan dengan “tepung” serta “kanji”. “Pati” (bahasa Inggris starch) adalah penyusun (utama) tepung. Tepung bisa jadi tidak murni hanya mengandung pati, karena ter-/dicampur dengan protein, pengawet, dan sebagainya. Tepung beras mengandung pati beras, protein, vitamin, dan lain-lain bahan yang terkandung pada butir beras. Orang bisa juga mendapatkan tepung yang merupakan campuran dua atau lebih pati. Kata ‘tepung lebih berkaitan dengan komoditas ekonomis. Kerancuan penyebutan pati dengan kanji tampaknya terjadi karena penerjemahan. Kata ‘to starch’ dari bahasa Inggris memang berarti ‘menganji’ (‘memberi kanji’) dalam bahasa Melayu/Indonesia, karena yang digunakan memang tepung kanji.
Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetika.

2.3       Bioetanol
Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang merupakan campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM, menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru. Bioetanol tersebut bersumber dari karbohidrat yang potensial sebagai bahan baku seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu dan tebu. Adapun konversi biomasa tanaman tersebut menjadi bioethanol adalah seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel  Konversi biomasa menjadi bioetanol
Biomassa
Jumlah biomassa (kg)
Kandungan gula (kg)
Jumlah hasil bioetanol (liter)
Biomassa : Bioetanol
Ubi Kayu
1.000
250-300
166,6
6,5 : 1
Ubi Jalar
1.000
150-200
125
8 : 1
Jagung
1.000
600-700
400
2,5 : 1
Sagu
1.000
120-160
90
12:1
Tetes
1.000
500
250
4:1
Sumber data : Balai Besar Teknologi Pati-BPPT,2006

2.4     Bensin
            Bensin adalah salah satu jenis bahan bakar minyak yang dimaksudkan untuk kendaraan bermotor. Bensin tersedia atas tiga jenis yaitu premium, pertamax, dan pertamax plus. Ketiganya mempunyai mutu yang berbeda. Mutu bahan bakar bensin dikaitkan dengan jumlah ketukan (knocking) yang ditimbulkannya dan dinyatakan dengan nilai oktan. Makin sedikit ketukan makin baik mutu bensin, makintinggi nilai oktannya.
            Untuk menentukan nilai oktan, ditetapkan dua jenis senyawa sebagai pembanding yaitu “isooktana”dan n-heptana. Isooktana menghasilkan ketukan paling sedikit, diberi nilai oktan 100, sedangkan n-heptana menghasilkan ketukan paling banyak, diberi nilai oktan 0 (nol). Suatu campuran yang terdiri dari 80% iso oktana dan 20% n-heptana mempunyai nilai oktan sebesar (80/100 x 100) + (20/100 x 0) = 80.
            Secara umum, alkana rantai bercabang mempunyai nilai oktan lebih tinggi dari pada isomer rantai lurusnya.
            Pertamax hanya terdiri atas senyawa isooktana dan n-heptana, melainkan mutunya atau jumlah ketukan yang dibutuhkan setara dengan campuran isooktana dan n-heptana. Premium mempunyai nilai oktan 88 dan pertamax plus mempunyai nilai oktan 95. Nilai oktan bensin harus dinaikan sebelum dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Hal ini dapat dilakukan dengan reforming atau menambahkan zat anti ketukan. Reforming adalah suatu proses untuk mengubah alkana rantai lurus menjadi rantai bercabang, dengan demikian akan menaikan nilai oktan.
            Salah satu zat anti ketukan yang hingga kini masih digunakan dinegara kita adalah Tetraethyl Lead (TEL). Zat ini dapat menaikan nilai oktan 15 poin, tetapi dapat menghasilkan timbal hitam bersama asap kendaraan yang akan menempel pada komponen mesin. Untuk mencegah supaya timbal hitam tersebut tidak menempel pada komponen mesin dicampurkan pula etilen bromida, C2H4Br2. Tetapi hal ini justru menghasilkan timbal bromida yang keluar bersama asap kendaraan, yang mana senyawa ini sangat beracun yang dapat merusak otak. Dan pada akhirnya senyawa etilen bromida sekarang diganti menjadi methyl tertiary buthyl ether (MTBE)

BAB III: METODOLOGI PENULISAN

3.1       Metode Penulisan
Karya tulis ini ditulis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yakni suatu metode yang menggambarkan suatu fenomena secara sistematis, dengan hasil yang dinyatakan bukan dalam bentuk angka (non statistik).

3.2       Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini adalah melalui studi literatur (literature reseach). Penulis melakukan telaah pustaka yang berupa buku-buku teks, jurnal-jurnal ilmiah, artikel-artikel di internet, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan rumusan masalah yang akan dibahas.

3.3       Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penulisan karya tulis ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif, dimana analisa deskriptif kualitatif merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data ke dalam bentuk penyajian yang sesuai.

3.4       Sistematika Penulisan
Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Pustaka, Bab III Metodologi penulisan, Bab IV Pembahasan, dan Bab V Penutup.

BAB IV:  PEMBAHASAN
4.1 Cara mengolah ubi Kayu menjadi Bioetanol
125 kg singkong segar dikupas, semua jenis dapat dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil. Singkong yang telah dicacah dikeringkan hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless steel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100 oC selama 0,5 jam.
Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam tangki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong, perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebelum digunakan, Aspergillus dikulturkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati.
Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17-18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces untuk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebih tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.
Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob (tidak membutuhkan oksigen). Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28-32 oC dan pH 4,5-5,5. Setelah 2-3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6-12 % etanol.
Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein. Meski telah disaring, etanol masih bercampur air. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78 oC atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100 oC. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100 oC. Pada suhu itu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dicampur dengan bensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120-130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.

4.2Prospek Pengembangan Bioetanol dari Ubi Kayu di Provinsi Bengkulu
Petunjuk pelaksanaan pengembangan energi alternatif secara detail sudah diatur dalam dokumen Pengelolaan Energi Nasional (PEN). Didalamnya disebutkan mengenai rencana (roadmap) pengembangan seluruh jenis energi alternatif. Dalam waktu dekat, pemerintah juga akan menerbitkan Inpres tentang biofuel (biodisel dan bioetanol) yang akan merinci insentif bagi pengembangan biofuel, termasuk instruksi kepada menteri-menteri untuk menindaklanjuti di departemen masing – masing.
Pengembangan perkebunan energi akan memberikan dampak bagi penghematan sumber energi tak terbarukan, meningkatkan ketahanan energi nasional dan berkurangnya biaya kesehatan akibat pencemaran udara serta akan membuka peluang usaha bagi masyarakat, di samping tujuan utamanya untuk mereklamasi lahan kritis yang ada.
Untuk menjaga keseimbangan lingkungan (bioferacy), variasi komposisi jenis tanaman sangat dimungkinkan. Namun tetap harus diperhatikan jenis tanaman yang akan dipilih, sehingga diharapkan mampu mengangkat harkat plasma nutfah dari endemik Babel ke taraf yang lebih tinggi.
           Dengan diterbitkannya tujuh izin investasi pembangunan pabrik energi alternatif (biodiesel dan bioetanol) oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada pertengahan tahun 2005 yang lalu, memperkuat indikasi bahwa peluang bisnis di bidang bioenergi sudah dilirik para investor, sehingga pengembangan perkebunan energi menjadi sesuatu yang prospektif di masa depan (Agustus 2007).

4.3Potensi Ubi Kayu di Provinsi Bengkulu
Potensi ubi kayu di Bengkulu cukup besar dengan luas panen (Ha) 7,186, produksi  (ton) 81,391, dan hasil/Ha (ton/Ha) 11,30. Ini membuktikan bahwa masyarakat Bengkulu bisa tak tergantung kepada penggunaan bahan bakar bensin. Karena Ubi kayu tidak susah untuk dikembangkan mengingat cara menanamnya yang mudah dan simple. Jadi potensi pembuatan bioetanol ini sangat besar di provinsi Bengkulu sebab, Provinsi Bengkulu memiliki luas 1.978.870 Ha, dengan sebagian besar daerah yang belum dikelola dengan baik. Jika program bioetanol ini memang betul – betul diperhatikan pemerintah daerah maka, Bengkulu akan jadi pensuply bahan baku bioetanol tersebut.

BAB V: PENUTUP

1.1       Simpulan
  1. .Tanaman Ubi Kayu (manihot esculenta) dapat digunakan sebagai bahan       penghasil bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan
  2. .Tanaman Ubi Kayu memiliki prospek yang sangat bagus di Provinsi Bengkulu
1.2       Saran
  1. Agar alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan ini dapat direalisasikan di Provinsi Bengkulu, mengingat prospek yang ada cukup baik.
  2. Pemerintah sebaiknya mendukung upaya-upaya yang dilakukan untuk menciptakan program tersebut.
  3. Agar masyarakat dapat mengetahui bahwa tidak selamanya mereka dapat menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil, mengingat jumlahnya yang kian hari makin berkurang.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Prospek Pertanian Biodiesel dan Bioetanol. http://www.bppt.go.id/
Anonim. 2007. Bioetanol. http://www.energiterbarukan.net/
Anonim. 2007. Ketika Kendaraan Bergantung pada Tumbuhan. http://www.trubus-online.com/
Fitriani, Vina. 2007. Makanan Lezat “Makhluk” Bermesin. http://www.trubus-online.com/
Martono, Budi dan Sasongko. 2005. Prospek Pengembangan Ubi Kayu sebagai Bahan Baku Bioetanol di Provinsi DIY. http://202.169.224.75/detail.php?
Nuralamsyah, Andi. 2005. Biodiesel Jarak Pagar. PT AgroMedia Pustaka. Bogor.
Purwati, Ani. 2006. Singkong Berpotensi Jadi Bahan Baku Energi.  http://www.beritabumi.or.id/
Wijuna, Imam. 2007. Mengebor Bensin di Kebun Singkong. http://www.trubus-online.com/

Sabtu, 25 Februari 2012

PENANAMAN KELAPA

LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU TANAMAN PERKEBUNAN (AGH 341)
PENANAMAN KELAPA










                       
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan berupa pohon berbatang lurus dari family palmae. Tanaman ini merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life). Kelapa disebut juga sebagai tanaman Socio Tropical Crops karena hampir seluruh bagian dari pohon, akar, batang, daun, dan buahnya dapat dipergunakan unuk kebutuhan hidup manusia sehari-hari.
Produktivitas kelapa rakyat 0,5 – 1 ton kopra per hektar per tahun adalah rendah bila dibandingkan dengan kemampuannya untuk berproduksi sampai 2,0 ton kopra. Rendahnya produksi ini, disamping belum menggunakan bibit unggul dan kurangnya pemeliharaan juga disebabkan oleh umur tanaman yang telah tua dan lingkungan tumbuh yang tidak sesuai. Kondisi yang demikian mengakibatkan pendapatan petani kelapa sangat rendah.
Untuk meningkatkan produktivitas kelapa dan pendapatan petani, kelapa tua perlu diremajakan, kelapa yang relatif muda direhabilitasi. Penanaman baru atau perluasan harus mempertimbangkan kesesuaian lingkungan, dan meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan tidak hanya kelapa butiran, kopra atau minyak akan tetapi aneka ragam produk yang berasal dari tanaman kelapa.

Tujuan
Kegiatan praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat :
1.                  Menilai kriteria benih kelapa bermutu
2.                  Melaksanakan pembibitan pendahuluan (pre-nursery) di tanah
3.                  Menilai bibit kelapa yang siap salur
4.                  Menentukan lahan, kebutuhan tenaga kerja, dan waktu untuk pembibitan pendahuluan dan utama pada kelapa.
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa (Cocos nucifera) termasuk jenis tanaman palma yang mempunyai buah berukuran cukup besar. Macam nama atau sebutan kelapa di setiap daerah atau negara antara lain Coconut (Inggris), Cocotier (Perancis); Kelapa, Nyiur (Indonesia), Kambil, Kerambil, Klapa (Jawa). Batang pohon kelapa umumnya berdiri tegak dan tidak bercabang, dan dapat mencapai 10 - 14 meter lebih. Daunnya berpelepah, panjangnya dapat mencapai 3 - 4 meter lebih dengan sirip-sirip lidi yang menopang tiap helaian. Buahnya terbungkus dengan serabut dan batok yang cukup kuat sehingga untuk memperoleh buah kelapa harus dikuliti terlebih dahulu. Kelapa yang sudah besar dan subur dapat menghasilkan 2 - 10 buah kelapa setiap tangkainya (BPPT, IPTEK 2005).
Menurut Wibowo (2007) Kelapa (Cocos nucifera) termasuk familia Palmae dibagi tiga: (1) Kelapa dalam dengan varietas viridis (kelapa hijau), rubescens (kelapa merah), Macrocorpu (kelapa kelabu), Sakarina (kelapa manis, (2) Kelapa genjah dengan varietas Eburnea (kelapa gading), varietas regia (kelapa raja), pumila (kelapa puyuh), pretiosa (kelapa raja malabar), dan (3) Kelapa hibrida.
Kelapa banyak terdapat di negara-negara Asia dan Pasifik yang menghasilkan 5.276.000 ton (82%) produksi dunia dengan luas ± 8.875.000 ha (1984) yang meliputi 12 negara, sedangkan sisanya oleh negara di Afrika dan Amerika Selatan. Indonesia merupakan negara perkelapaan terluas (3.334.000 ha tahun 1990) yang tersebar di Riau, Jateng, Jabar, Jatim, Jambi, Aceh, Sumut, Sulut, NTT, Sulteng, Sulsel dan Maluku, tapi produksi dibawah Philipina (2.472.000 ton dengan areal 3.112.000 ha), yaitu sebesar 2.346.000 ton.
Sistem tanam yang baik yaitu sistem tanam segi tiga karena pemanfatan lahan dan pengambilan sinar matahari akan maksimal. Jarak tanam 9 x 9 x 9 meter, dengan pola ini jumlah tanaman akan lebih banyak 15% dari sistem bujur sangkar. Pembuatan lubang tanam dilakukan paling lambat 1-2 bulan sebelum penanaman untuk menghilangkan keasaman tanah, dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm sampai dengan 100 x 100 x 100 cm. Pembuatan lubang pada lahan miring (>20o) dilakukan dengan pembuatan teras individu selebar 1.25 m ke arah lereng diatasnya dan 1 m ke arah lereng di bawahnya. Teras dibuat miring 10 derajat ke arah dalam.
Penanaman dilakukan pada awal musim hujan, setelah hujan turun secara teratur dan cukup untuk membasahi tanah; waktu penanaman adalah pada bulan setelah curah hujan pada bulan sebelumnya mencapai 200 mm. Adapun cara penanaman adalah sebagai berikut:
1.      Top soil dicampur dengan pupuk phospat 300 gram per lubang dan dimasukkan ke lubang tanam.
2.      Polybag dipotong melingkar pada bagian bawah, dimasukkan ke lubang tanam, dan dibuat irisan sampai ke ujung, bekas polybag selanjutnya digantungkan pada ajir untuk meyakinkan bahwa polybag sudah dikeluarkan dari lubang tanam. Arah penanaman harus sama.
3.      Bibit ditimbuan tanah yang berada di sebelah selatan dan utara lubang, dipadatkan dengan ketebalajn 3-5 cm diatas sabut bibit kelapa.
4.      Kebutuhan bibit 1 ha, apabila jarak tanam 9 x 9x 9 m , segitiga sama sisi, adalah 143 batang dan bibit cadangan yang harus disediakan untuk sulaman 17 batang, sehingga jumlah bibit yang harus disediakan 160 batang.
Tanaman kelapa tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti aluvial, laterit, vulkanis, berpasir, tanah liat, ataupun tanah berbatu, tetapi paling baik pada endapan aluvial. Kelapa dapat tumbuh subur pada pH 5-8, optimum pada pH 5.5-6,5. Pada tanah dengan pH diatas 7.5 dan tidak terdapat keseimbangan unsur hara, sering menunjukkan gejala-gejala defisiensi besi dan mangan.
Kelapa membutuhkan air tanah pada kondisi tersedia yaitu bila kandungan air tanah sama dengan laju evapotranspirasirasi atau bila persediaan air ditambah curah hujan selama 1 bulan lebih besar atau sama dengan potensi evapotranspirasi, maka air tanah cukup tersedia. Keseimbangan air tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah terutama kandungan bahan organik dan keadaan penutup tanah. Jeluk atau kedalaman tanah yang dikehendaki minimal 80-100 cm.
Tanaman kelapa membutuhkan lahan yang datar (0-3%). Pada lahan yang tingkat kemiringannya tinggi (3-50%) harus dibuat teras untuk mencegah kerusakan tanah akibat erosi, mempertahankan kesuburan tanah dan memperbaiki tanah yang mengalami erasi (Hartoyo, 2010).
 Menurut Prabowo (2007) tabel kebutuhan pupuk tanaman kelapa adalah sebagai berikut:
Umur Tanaman
Dosis Pupuk (gr/pokok)
Urea
(TSP)
RP
KCl
Kies
Borak
 Saat tanam
-
-
-
-
-
-
1 bln setelah tanam
100
100
100
100
100
100
2 tahun






- aplikasi I
200
200
200
200
200
200
- aplikasi II
200
200
200
200
200
200
3 tahun






- aplikasi I
350
350
350
350
350
350
- aplikasi II
350
350
350
350
350
350
4 tahun






- aplikasi I
500
500
500
500
500
500
- aplikasi II
500
500
500
500
500
500
5 tahun






- aplikasi I
500
500
500
500
500
500
Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]